Dalam proses pembentukan Bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang,
tidaklah semuanya murni dari bahasa Melayu. Dalam kosakata bahasa
Indonesia ada yang merupakan hasil dari serapan bahasa luar, misalnya
bahasa daerah (Jawa, Sunda, Sansekerta),
bahasa asing (Belanda, Inggris, Latin, Arab) dan banyak serapan dari
bahasa lainnya yang tidak penulis sebutkan satu per satu. Dalam proses
penyerapan inilah, terkadang terjadi kesalahkaprahan dalam penyerapan
–entah apa alasannya- dari bahasa asing masuk ke dalam bahasa Indonesia.
Berikut saya coba memberikan beberapa contoh penyerapan bahasa lain
–imbuhan –isasi- yang kurang tepat.
Standarisasi atau Standardisasi?
Anda tentu memerhatikan, kata standarisasi bersaing pemakaiannya
dengan kata standardisasi. Misalnya saja, sebuah badan negara
menggunakan kata standardisasi sementara ada juga lembaga pendidikan
tinggi yang menggunakan kata standarisasi. Kata yang kita permasalahkan
ini berasal dari bahasa Inggris,standardization(atau ada juga yang
menulis (standardisation). Kata asalnya adalah standard yang kita serap
menjadi kata standar. Sementara katastandardizationkita serap menjadi
standardisasi, bukan standarisasi.
Mungkin ada yang bertanya, “Mengapa bukan standarisasi yang benar?
Bukankah kata standar jika diberi akhiran -isasi akan menjadi
standarisasi?” Jawabannya adalah karena akhiran -isasi adalah akhiran
asing yang tidak dikenal dalam bahasa Indonesia sehingga harus diserap
sebagai bagian kata yang utuh. Dengan demikian, kita harus menyerap kata
tersebut dari bentuk asalnya, yakni standardization, menjadi
standardisasi seperti juga pada kata implemen dan implementasi.
Legalisasi, modernisasi dan normalisasi
legalisatie, legalizationmenjadi legalisasi
modernisatie, madernizationmenjadi modernisasi
normalisatie, normalizationmenjadi normalisasi
Contoh di atas memerlihatkan bahwa dalam bahasa Indonesia kata
legalisasi tidak dibentuk dari kata legal dan unsur –isasi, tetapi kata
itu diserap secara utuh dari katalegalisatieataulegalization.Begitu juga
halnya kedua kata yang lain, yaitu normalisasi dan modernisasi. (lihat
Buku Praktis Bahasa Indonesia. 2007)
Bahasa Indonesia tidak menyerap unsur asing–isatieatau–izationmenjadi
–isasi, tetapi akhiran tersebut diserap secara utuh bersamaan dengan
kata aslinya. Jadi hal ini hendaklah –kita sebagai pengguna bahasa
Indonesia- memerhatikan secara seksama dalam proses pembentukan kata
yang diserap dari bahasa asing.
Selain unsur –isasi di atas, ada juga satu kosakata dalam bahasa
Indonesia yang sering kurang tepat penggunaanya dalam kehidupan
sehari-hari maupun situasi resmi. Sesuai dengan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam situasi resmi, kita harus
menghindari seminim mungkin kesalahan dalam berbahasa. Baik itu lisan
maupun tulisan.
Pungkir atau Mungkir?
Perhatikan kalimat berikut!
”Tidak bisa dipungkiri lagi Sobat, keputusan sudah bulat”
”Tidak.Kita bisa memungkiri keputusan tersebut!”
Kalimat pertama menggunakan kata “dimungkiri”, sementara kalimat kedua memakai
kata “dipungkiri”. Mana yang benar?
’Mungkir’ dalam KBBI berarti tidak mengakui, tidak mengiakan,
menolak, menyangkal. Inilah kata yang baku. Lalu, bagaimana dengan kata
pungkir? Pungkir adalah kata yang tidak baku dari kata mungkir sehingga
kita sebaiknya mengatakan “tak bisa dimungkiri”,
bukan “tak bisa dipungkiri”.
Dalam berbahasa Indonesia, khususnya dalam kegiatan menulis sering
terjadi kesalahan yang apakah kurang diperhatikan atau tidak tahu, atau
mungkin saja karena sudah menjadi kebiasaan. Saya juga sebagai penulis
artikel ini bukanlah seorang yang pakar dalam menulis dengan kaidah yang
baik dan benar, tetapi belajar menulis dengan bahasa Indonesia yang
baik dan benar sekaligus menghormatinya. Hidup bahasa Indonesia!!!
S
Mari Belajar Berbahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
Diposting oleh
dheamandela91
|
Label:
legalisasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
izin copas gan...
Posting Komentar